Dalam acara adat Seba Baduy, suku asli Banten tersebut menyampaikan pesan ‘Puun’ atau Kepala Desa Adat tertinggi mereka kepada Gubernur Banten, Rano Karno untuk tak merusak alam dan harus menjaga kelestariannya.
“Gunung Nteu Meunang Dilebur. Lebak Nteu Meunang Diruksak. Lojor Nteu Meunang Dipotong. Pendek Nteu Meunang Disambung (Gunung Tak Boleh Dihancurkan. Lembah Tak Boleh Dirusak. Panjang Tak Boleh Dipotong. Pendek Tak Boleh Disambung),” kata Jaro Saijah, selaku Kepala Adat bagian Pemerintahan Suku Baduy, yang ditemui dilokasi Seba Baduy, di Pendopo Lama Gubernur Banten, Jalan KH. Brigjen Syam’un, Kota Serang, Sabtu (14/05/2016).
Proses adat Seba Baduy yang seharusnya di ikuti oleh 1760 orang, namun berkurang hanya 1317 peserta dikarenakan adanya musibah dan proses adat lainnya yang harus dilakukan oleh suku asli Banten itu.
“”Kami melaksanakan, titipan karuhun (nenek moyang) kami, kalau di Baduy, itu yang (disebut) Puun (kepala adat tertinggi). Kalau yang nomor siji (satu) itu Bapak Haji Rano Karno. Seterusna (seterusnya), kami melaksanakan tugas mendatangi Gunung Karang, Gunung Pulosari, Ujung Kulon Shang Hyang Sirah, itu yang kami lakukan setahun sekali. Cuma ada yang kebetulan upacara lagi, ada juga yang meninggal dunia,” tegasnya.
Gubernur Banten, Rano Karno, yang sedang dalam masa penyembuhan sehabis sakit nya, mengatakan bahwa dirinya akan berusaha menjaga kelestarian alam Banten dari kerusakan.
“Orang Baduy merupakan salah satu ujung tombak pembangunan di Banten. Kami akan sekuat tenaga menjaga tanah ulayat disana, agar bisa meningkatkan kesejahteraan dan kedamaiannya,” katanya ditempat yang sama. -rmn