Beranda Bandung Asli Bandung Edun SEBUAH RENUNGAN PENGORBANAN PATRIOTIS​ Mengenang Bandung Lautan Api 1946​

SEBUAH RENUNGAN PENGORBANAN PATRIOTIS​ Mengenang Bandung Lautan Api 1946​

1218
0

SEBUAH RENUNGAN PENGORBANAN PATRIOTIS​
Mengenang Bandung Lautan Api 1946​

​Oleh  Ferdinand Hutahaean​
RUMAH AMANAH RAKYAT​
BELA TANAH AIR​

71 tahun silam, tepatnya Maret 1946 Bandung yang dikenal sebagai kota Priangan membuktikan dirinya adalah wilayah Indonesia yang menjadi kota tempat para pejuang yang berjiwa Patriotis dan rela berkorban. ​

Tidak hanya keringat dan harta, tapi nyawa dan kehidupanpun mereka korbankan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru berumur 7 bulan sejak di Proklamirkan oleh pendiri bangsa 17 Agustus 1945.

 Peristiwa Bandung Lautan Api tentu adalah salah satu catatan sejarah paling Patriotis dari para pejuang kemerdekaan diatas bumi Ibu Pertiwi. Biar hangus jadi abu, dari pada diserahkan bulat-bulat kepada penjajah​begitulah semangat rela berkorban itu membakar keberanian sekitar lebih dari 200 ribu penduduk Bandung membakar rumahnya, membakar hartanya daripada dijadikan markas penjajahan oleh pasukan sekutu dan tentara NICA Belanda.

Memasuki 71 tahun Indonesia merdeka dan 71 tahun peristiwa patriotis para pejuang peristiwa sejarah Bandung Lautan Api, tampaknya semangat itu sudah memudar dan bahkan terkikis habis dari pikiran dan hati para pemimpin bangsa ini.

Entah karena lupa sejarah atau memang tidak mengetahui sejarah, para pemimpin bangsa saat ini begitu ketakutan kehilang sesuatu, apalagi kehilangan jabatan hingga harus menggunakan segala cara mempertahankan kekuasaan.​

Di hampir semua lini kekuasaan, semua mempertahankannya bahkan dengan cara yang tidak terhormat. Semua tanpa terkecuali, dari level terendah hingga level tertinggi, dari Lurah, Kepala Desa hingga Presiden, takut kehilangan jabatan. ​

Bagaimana mungkin orang yang takut kehilangan akan berani berkorban?​ Sebuah ukuran Logika sederhanapun bisa menjawabnya, tidak mungkin.

Rejim terus memproduksi isu untuk menutup isu, memproduksi masalah baru untuk menutupi masalah yang tak kunjung selesai, meluncurkan wacana baru untuk menutupi wacana yang tak terimplementasikan, bahkan menghasilkan kekonyolan untuk menutupi kekonyolan sebelumnya.​

Begitulah rejim mempertahankan kekuasaannya, merawat jabatannya supaya tidak hilang bahkan berupaya memperpanjang.

Lihatlah Setya Novanto sang Ketum Golkar yang juga Ketua DPR RI, setelah mengundurkan diri dan bukan karena diberhentikan oleh MKD DPR atas kasus Papa Minta Saham yang tenar itu, kemudian dengan tanpa malu meminta kembali jabatannya dan duduk kembali jadi Ketua DPR, dan sekarang diterpa isu korupsi EKTP, namun tetap merasa diri orang suci yang tak bersalah dan merasa diri hanya sebagai korban pendzoliman. ​

Entah siapa yang mampu mendzolimi para penguasa direpublik ini, bukankah hanya penguasa ini yang mampu mendzolimi siapa saja dengan segala kekuasaan ditangannya?​

 Membalik logika karena takut kehilangan. Mudah-mudahan ini bukan hasil dari Revolusi Mental.

​Keprihatinan besar dari publik akan masa depan bangsa inipun dijawab dengan senda gurau dan retorika.​

Wafatnya ibu Patmi didepan Istana yang mengikuti demo menolak Pabrik Semen yang katanya merusak lingkungan hidup mereka, hanya dihargai dengan kata turut bela sungkawa oleh Pemerintah, namun ironisnya masalah tidak kunjung diselesaikan, bahkan Presiden Jokowi terkesan meghindar dengan pernyataannya agar daerah tidak membawa-bawa masalahnya ke Istana. ​

Mestinya Jokowi mengecam dirinya atas kejadian tersebut karena membiarkan rakyatnya mati didepan Istana sebelum ikutan latah mengecam peristiwa penyerangan di London Inggris.​

Pertanyaanku kini kepada bangsa, sudah tidak adakah pemimpin bangsa ini yang menjadikan sikap patriotisme dan rela berkorban seperti semangat para pejuang Bandung Lautan Api? Mengapa tidak ada yang dengan tulu mengundurkan diri setelah tidak mampu atau tersangkut masalah? Mengapa harus memutar balik logika? Mengapa harus menipu kebenaran untuk kekuasaan?

Malulah sedikit wahai para pemimpin bangsa, berkacalah sedikit saja ke peristiwa sejarah Bandung Lautan Api, supaya bangsa ini tidak semakin retak dan terancam berantakan dan hancur.​

Saya, anda, kita semua tidak pernah ingin dan tidak akan pernah biarkan Indonesia tinggal sejarah menjadi sebuah catatan yang ditulis dengan kata wilayah bekas Indonesia.

Jakarta, 24 Maret 2017

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.