Beranda Bandung Asli Pilkada Jabar, “Dagang Sapi’ ?

Pilkada Jabar, “Dagang Sapi’ ?

615
0

BANDUNGHIJI.COM – Dalam sebuah acara Ngobrol Pilkada Jabar, saya justru mempertanyakan “perlukah Pilkada Jabar?!” Ya, hemat saya — Pilkada Jabar kali ini cenderung tidak ada “persiapan”, terkait dengan kesiapan figur. Sebut saja, persiapan untuk tradisi demokrasi lima tahunan. Para pemangku kepentingan di Jabar mestinya melakukan suatu proses “kaderisasi” calon kandidat.

Yang saya ingin katakan, bahwa pemimpin itu “by design”. Artinya mengalir sebuah proses sebagai bentuk persiapan. Hakikatnya figur pemimpin (baca: gubernur) tak bisa serta-merta atau ujug-ujug, seperti yang terasa adanya dlm pilkada kali ini. Bukankah, kita maklum — bahwa jabatan gubernur kali ini sudah berlangsung dua periode — yang tak dimungkinkan mencalonkan lagi.

Maka dipastikan, lewat pilkada paruh tahun depan — akan hadir gubernur baru. Bukan lagi Ahmad Heryawan yang sudah memimpin Jabar dua periode (2008-2013 & 2013-2018).

Lantas siapa yg diharapkan sbg gubernur baru, mestinya dipersiapkan sejak lima tahun lalu.

Boleh saja, kita berpendapat — pilkada berlangsung alami — yang pada saat bersamaan, kontestasi mirip “dagang sapi’.

Andai dipersiapkan seperti yang saya maksud, tentu tak mudah (akan) bagi walikota dan atau bupati yang bahkan masih menjabat — mengumbar ambisi untuk loncat berebut jabatan gubernur.

Kondisi ini membuat warga yang notabene calon pemilih menjadi antipati. Mereka terbukti lebih mengejar kekuasaan daripada menuntaskan amanat sesuai periodisasinya. Begitulah ajaran demokrasi kali ini, yang dengan mudah mengabaikan aspek amanat rakyat tadi.

*

Terkait kiprah PAN dalam kontestasi pilgub Jabar, dimaklumi dengan bekal empat kursi di DPRD — tak mungkin bisa mencalonkan kadernya sendiri. Memang PAN punya Bima Arya, Walikota Bogor yang lebih berpeluang menyambut periode kedua jabatannya ketimbang harus ikut kontes gubernur Jabar. Pun Dessy Ratnasari, yang tak mudah meninggalkan kursi sebagai anggota DPR RI — yang bila maju ke pilkada, hrs mengundurkan diri.

Bukan soal dua kadernya itu, PAN dengan “hanya” 4 kursi — tentu perlu membuat terobosan. Lahirlah dukungan kepada Dedy Mizwar sebagai bakal calon Gubernur Jabar. Sejak awal, saya meragukan ‘keputusan’ yang dibuat Ketum DPP PAN, Zulkifli Hasan. Setidaknya dlm hal telaah dan diskusi dengan para pemangku kepentingan. Dedy Mizwar, meski sebagai wagub petahana — dinilai belum cukup mumpuni untuk didorong menuju kursi gubernur.

Namun demikian, bursa kandidat yang belum juga ada greget — memungkinkan Demiz bisa “dijajakan”. Akibat tiadanya greget itu pula, memungkinkan Ridwan Kamil membuka jendela kontestasi jauh seblm “ramai” akan hadirnya agenda pilkada.

Mengapa bukan figur lain, karena Ridwan notabene masih menjabat Walikota Bandung yang berpeluang lanjut ke periode ke-dua. Kandidat lain yang sempat muncul di awal adalah Dedi Mulyadi, Bupati Purwakarta. Selain nama-nama  yg muncul itu, terkesan peminat lain masih ingin “mengintip” dan menunggu eskalasi.

Memasuki bulan Desember, sejumlah parpol tersirat mulai ngebut untuk memutuskan figur yang siap dicalonkan. Praktis dlm sebulan ke depan, akan segera mengkristal siapa saja calon dan berapa pasangan yang siap berlaga di arena Pilkada Jabar 2018.

Kiranya, itu yang saya maksud denga tanpa persiapan dan cenderung dimainkan pada “injury time”. Pada posisi inilah warga tidak cukup memperoleh pencerahan politik pilkada.*** 

‌Imam Wahyudi, Ketua Komunitas Wartawan Senior (KWS) Jabar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.