BANDUNGHIJI.COM – Sebuah bangunan megah menyerupai “dome” yang bagai “teronggok” di tengah areal persawahan. Itulah Stadion GBLA yang tampak dari lintasan jalan tol Padaleunyi ruas Km 149-151 ke arah gerbang Cileunyi. Lokasi persisnya di Desa Rancamuncang, Kec. Gedebage, Kota Bandung.
Tampak “teronggok”, terkesan dalam kesendirian. Sepi tak berpenghuni. Tidak lebih dulu atau simultan dibangun infrastruktur pendukung, berupa akses jalan menuju stadion. Aksesibilitas terganggu dan tak ada tanda-tanda dikembangkan, kecuali berharap dari akses proyek swasta di Km 149 yang bakal dibuka pintu tol baru. Entah kapan. Akses yang ada sekarang melalui jalan permukiman Cimencrang, berjarak 3,1 km dari sisi Jl. Soekarno-Hatta, Bandung.
Tampak “teronggok”, karena area stadion harus lebih dulu ditinggikan 5 meter di atas permukaan tanah (dpt) dengan pengurugan yang entah berapa ribu meter kubik. Kawasan itu merupakan cekungan danau purba. Tanahnya lunak dan mudah amblas. Butuh rekayasa teknologi, dengan prakiraan penurunan tanah hingga 3,3 meter dpt.
Secara awam, timbulnya retakan bangunan — juga dimungkinkan akibat pengurangan material standar konstruksi (pembetonan) — yang berkonsekuensi hukum. Ini pula yg jadi “hantu” kendala pemeliharaan, di samping penelitian lanjutan untuk dinyatakan “siap pakai”. Dlm konteks telaah standar konstruksi bangunan, apakah masih dimungkinkan rekayasa teknologi lainnya atau dipaksa “mangkrak”? Andai saja terpaksa dirubuhkan dan dibangun kembali — tentu sangat tdk diharapkan.
Di satu sisi, kita boleh bersepakat — pilihan lokasi dan keberadaan Stadion GBLA menjadi bagian dari desentralisasi kegiatan dan pembangunan di Kota Bandung. Diharapkan sebagai “icon” baru Kota Bandung dan Jabar. Apresiasi kami kepada Kang Dada Rosada semasa sbg Walikota Bandung yg menjadi figur utama pembangunannya. Tak lepas pula peran Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan pada masa jabatannya mengucurkan bantuan keuangan. Separuh lebih atau Rp 335 M dari biaya pembangunan Rp 545 M. Setelah bangunan fisik, biaya mencapai Rp 1,1 Triliun — dengan total bantuan Pemprov Jabar menjadi Rp 485 M. Stadion berkapasitas 38 ribu penonton itu berdiri di atas lahan 24,5 ha dalam kawasan seluas total 40 ha (400.000 m2).
Siapa duga, stadion yang mengusung kebanggan warga Bandung dan Jabar itu memunculkan masalah. Sebutlah, cacat konstruksi hingga terkuak pidana korupsi. Nyaris pula gagal kontrol. Jadi tak sekadar soal sesat pemeliharaan dan kelembagaannya. Duh…!!
(TAMAT)
PENULIS : Imam Wahyudi, Wartawan Senior.