OLEH Iman Dharmadji *)
Ismail Ahmad, bukan siapa-siapa. ia warga biasa. Entah punya mimpi apa malam sebelumnya. Mungkin pula, sonder firasat apa pun. Esoknya, ujug-ujug harus berurusan dengan polisi.
Bisa dibayangkan perasaan berkecamuk dalam hatinya. Surat panggilan polisi di tangannya. Boleh jadi juga, ia merasa segera tamatlah riwayatnya kali ini. Pastilah terkejut, panik, ritme detak jantung semakin menjadi. Tangannya sangat mungkin bergetar. Ada apa gerangan? Surat dalam amplop dibukanya. Dibaca. Oh, baru jelas. Rupanya, panggilan itu terkait hobi.
Berselancar di dunia maya sudah menjadi kekinian. Keseharian banyak orang. Ismail tak terkecuali. Lewat postingannya di akun facebook, ia merajut pertemanan sebagai bentuk ihtiar bersosialisasi. Nun jauh di Kabupaten Sula, pojok utara negeri ini — Ismail rajin mengembara di belantara internet. Tak jarang mampir di kolom artikel umum, hoaks, mau pun pengalaman pribadi. Banyak hal bisa dipetik dari upayanya beraktualisasi. Paling tidak, ia tak ketinggalan kereta dalam perkara informasi.
Nah, suatu saat — pria 41 tahun ini menemukan artikel yang menarik hati. Ah, ini lucu membuatnya geli dan menginspirasi. Sumbernya jelas, bukan pula hoaks. Apalagi yang ngomong bukan orang sembarangan. Sumber itu KH Abdurrachman Wahid yang biasa dipanggil Gusdur. Mantan presiden. Mantan orang nomor wahid republik ini yang berkelakar soal polisi. Apa itu? Begini yang ismail baca: “Di indonesia cuma ada tiga polisi jujur, polisi tidur, patung polisi, dan Jendral Hugeng Iman Santoso — mantan kapolri.
Ismail mantap hati, kelakar ini perlu dibagi. Tak punya pikiran apa-apa, tanpa pretensi. Apalagi politis. Ia cuma ingin berbagi. Siapa tahu bisa menghibur hati. Dugaannya ternyata meleset. Ibarat pepatah “jauh panggang dari api”. Postingan Ismail lewat akun Mael Sulla tangal 12 Juni lalu dianggap melecehkan alat negeri. Ujungnya Ismail dipanggil polisi. Karuan, kabar musibah itu pun segera mewabah lewat medsos ke saantero negeri. Sontak nama Ismail jadi percaturan penduduk negeri ini. Ismail yang tadinya bukan siapa-siapa dan buka apa-apa, mendadak populer. Banyak orang mencari tahu siapa tuh lelaki yang punya urat nyali. Ada juga yang memuji berani sekali candain polisi di masa kini.
Komunitas medsos pun bereaksi. Biasa, ada yang berlanggam provokasi: jangan takut, hadapi. Ada pula yang komen percayalah polisi takkan bertindak gegabah. Mencoba menenangkan situasi.
Alissa Wahid, putri Gusdur, lewat jaringan Gusdurian menulis humor tersebut sebagai bentuk sindiran sekali gus kritik — agar polri bisa bekerja lebih baik lagi. Terutama setelah polri dipisah dari ABRI. “Bagi Gusdur, humor akan menjaga kewarasan kita. Lalu menjadikan humor sebagai barang bukti pencemaran nama baik institusi adalah bentuk kegagalan memahami watak masyarakat Indonesia yang humoris ini”.
Kapolres Kep Sula, AKBP Muhammad Irvan menjelaskan tidak ada penahanan. Tidak ada berkas pemeriksaan. Pemanggilan ismail hanya untuk klarifikasi. Sementara Kepala Biro Hubungan Masyarakat Polri, Brigjen Awi Setiyono mengatakan, Mabes Polri sudah minta Polres Sula dalam menghadapi candaan tidak berlebihan bereaksi. Meski kasus Ismail ditutup. Kabarnya, Ismail sempat terkena wajib lapor diri selama dua hari.
Sebenarnya, seorang teman mantan pekerja media coba urun rembug. Polisi seharusnya sejak dulu sensi. Begitu buku AS Hikam, “Gusdurku, Gusdur anda, Gusdur kita” (2013) diluncurkan – mereka mestinya segera beraksi. Periksa segera mantan mentri riset dan teknologi karena lewat guyonan Gusdur dalam bukunya itu melecehkan polisi. “Kasihan, Pak ismail. Lagi sial kali. Padahal di hadapan hukum, tak ada jelata dan bekas menteri”.
Polisi jujur, sudah tentu bukanlah mimpi. Yakin masih banyak polisi yang masih punya nurani dan harga diri. Cuma soalnya, kejujuran itu sendiri — ibaratnya sudah jadi barang langka. Tapi meski langka, ia mesti tetap dijaga, dipupuk, dipelihara dan dihargai oleh semua pihak. Tak kecuali polisi. Ayo..!*
*) Wartawan senior.